Aku Abu-Abu



Aku abu-abu. Tidak hitam dan putih. Aku diantaranya. Diantara 2 warna yang apabila dipadukan ntah jadi apa. Hujan mengguyur ibukota. Badai melanda. La Nina tiba. Tak sama seperti hari ini. Aku sukses kerjakan 5 soal ulangan matematika yang cukup sederhana cara penyelesaiannya. Beda dengan hari ini, tapi sama dengan mu. Pintu tiba-tiba terbuka akibat tarikan angin kencang kala ku membelakanginya. Suara gesekan angin dengan celah celah jendela. Pintu yang seakan memiliki jantung sehingga dapat berdebar-debar. Semakin kencang dia berdebar. Seakan ingin menutup rapat-rapat pintunya. Dan mengurungku didalamnya bersama alunan-alunan musik. Cukup membosankan. Mulai dari pagi yang sangat membuat jiwa ini terlelap termakan soal fisika, dibawa shocktheraphy dengan induksi matematika, diajak santai dengan agama, kembali disuap dengan bunga, rente, dan anuitas matematika, serta dilepas jauh dengan kimia. Dimana kehidupan yang membahagiakan itu? Cukup sehat melihat semua ni. Sangat kutandai. Aku tak memikirkan. Tak peduli. Sedikitpun tidak. Terkadang terlintas, karena sebab lemahnya dan letihnya insan. Warna yang menjelaskan kehidupanku kini. Bukan hubungan. Kehidupan ini lah yang tampak abu-abu. Samar seperti Ikhfa pada tajwid bacaan Qur’an. Kehidupan di ibukota ini semakin melelahkan setelah beberapa  menit lagi akan disuguhkan dengan sebuah aktivitas olahraga yang memacu pembuluh darah untuk mengikat oksigen lebih banyak guna membakar banyak polisakarida agar dijadikan energi ATP. Akan kemanakah setelah ini? Meninggalkan kenangan itu sangat mudah. Bagi ku.
Aku sekarang telah berada dalam kondisi yang berbeda sebenarnya. Namun masih memiliki sesuatu yang sama. Sama mengganjal. Banyak hal bodoh yang aku lakukan tetapi aku masih enggan mengetahui itu untuk apa. Bersama nyanyian-nyayian ini ku menulis. Mulai letih. Tapi aku tak berhenti. Percayalah ke abu-abuan ini kadang membuat hampir menangis. Namun ketegaran berlandaskan motivasi tak dapat mengeluarkannya. Malam ini dingin. Disuguhkan dengan pertemuan singkat tak berarti apa-apa. Sesuatu yang harus dikeluarkan. Semacam virus yang harus dibunuh. Terbawa basah kuyup hujan dengan curahnya yang tidak begitu tinggi. Seakan-akan aku masih ingin berlama-lama denganya. Terbawa suasana dingin. Mengharapkan namun juga tak peduli.
Beberapa yang aku dambakan. Tak banyak yang terwujud. Kadang yang tak disangka lah bisa menjadi keberuntungan dadakan dan seakan terbawa serta dipeluk erat dewi fortuna. Rindu, mungkin. Otak yang berfikir ini merupakan pertanda kepedulian. Aku peduli. Aku tak yakin banyak yang merasakan hal yang sama. Bahkan sesuatu yang tidak menjadi target lah tiba-tiba menjadi suatu kejutan. Sama seperti tatkala diam-diam masuk dan mengambil semua yang dia inginkan. Banyak yang beda. Beda, beda, beda. Mengapa? Semua yang dimimpikan banyak tidak membuahkan hasil. Tidak pernah menjadi kenyataan. Mungkin karena banyak hal yang kita mimpikan tidak sebanding dengan usaha yang dibuat dan dijalani. Atau karena banyak hal dan mimpi-mimpi yang bertentangan dengan Tuhan. Sebenarnya kenyamanan kita lah yang banyak menjatuhkan.
Hari ini beda dengan yang lain tetapi masih pada hal yang sama. Masih belum tentu harus kemana dan bagaimana. Seakan pelangi enggan hadir mewarnai ke abu-abuan ini. Takut untuk terlalu jauh. Belajar dari pengalaman sebelum-sebelumnya. Sebenarnya hal ini tidak hanya menimpa sebagian orang saja, tapi mungkin keduanya atau beberapa lagi diantaranya. Banyak reminder yang seakan bercerita apa yang menjadi akibat dari suatu tindakan ini. Dilema. Satu kata yang pas untuk menghiasi ke abu-abu an ini.
Namun, setelah aku tahu bahwa aku mungkin takkan bisa seperti ini lagi, separuh ke abu-abu an mulai memudar. Aku harap akan menuju putih. Suci. Sejuk. Enak dipandang mata. Takdirlah yang akan membawaku kemana yang disukaNya. Rintihan hujan pada saat sebelum aku menulis ini mungkin sedikit menceritakan hal itu. Apa yang harus mereka pilih. Dimana yang bagus.

Comments

Popular Posts